SIBERC-STEI SEBI dan Akademizi-IZI menerbitkan policy brief berjudul Resiko Reputasi pada Lembaga Filantropi Islam di Indonesia; Tantangan dan Pengelolaannya. Hal ini dilakukan, karena lembaga filantropi membutuhkan kepercayaan sebagai penopang, sehingga perlu adanya mitigasi terhadap risiko reputasi lembaga.
"Lembaga filantropi Islam (LFI) di Indonesia memiliki peran strategis dalam mendukung program peningkatan kesejahteraan masyarakat. Maka kami susun policy brief ini agar LFI dapat menjalankan perannya sebagai jaring pengaman sosial (social safety net) dengan lebih optimal," kata Sigit Pramono selaku Ketua STEI SEBI dan Nana Sudiana selaku Direktur Akademizi yang secara bergantian memberikan penjelasan terkait Policy Brief pada Public Expose 'Indonesia Islamic Philanthropy Outlook 2023' di Park Hotel Jakarta, Rabu (4/1/2023)
Pada agenda Public Expose tersebut, Drs. H Tarmizi Tohor selaku Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Bimas Islam, Kementerian Agama Islam RI memberikan Keynote Speech dan selanjutnya pembukaan dari Wildan Dewayana Rosyada selaku Direktur Utama LAZ IZI.
Ketua STEI SEBI, Sigit Premono, PH.D, CA, CPA dalam paparan yang dimodetori Ahmad Baehaqi selaku Direktur Penelitian SIBERC menjelaskan, policy brief ini merekomendasikan 4 poin utama, meliputi:
1. Penguatan praktik tata kelola (good governance) LFI secara terintegrasi sebagai wujud aktualisasi nilai moral Islam bagi sebuah lembaga yang mengedepankan prinsip-prinsip Islami.
2. Penguatan ekosistem pembinaan dan pengawasan oleh otoritas terkait yang bersifat integral dan tidak sektoral.
3. Penyusunan regulasi terkait tata kelola (good governance) yang komprehensif bagi LFI, dengan tetap menyadari pentingnya keseimbangan implementasi self assessment dan regulator assessment atas pengelolaan risiko.
4. Penyusunan kebijakan/SOP terkait mitigasi risiko reputasi bagi LFI, antara lain mencakup pengungkapan informasi publik, laporan profil risiko, laporan evaluasi penanganan risiko reputasi yang disampaikan oleh manajemen dalam kerangka antisipasi risiko sistemik.
Policy Brief ini mendapat respon positif dari berbagai pihak, Imam Teguh Sartono selaku Wakil Ketua I BWI mengungkapkan persetujuannya dengan policy brief yang disampaikan. Beliau juga menambahkan beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan. Di antaranya terkait dukungan teknologi, sertifikasi SDM, dan pengawasan masyarakat melalui lembaga independen.
Selain itu, Nadratuzzaman Hosen, selaku Pimpinan BAZNAS RI juga menyetujui rekomendasi pada policy brief dengan penekanan terkait pentingnya sinergi program zakat, wakaf dan sumbangan lainnya secara integratif. Ungkapan senada di Muhibuddin, selaku Kepala Subdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat, Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementrian Agama RI. Ia juga berharap rekomendasi pada policy brief ini lebih juga memperhatikan kondisi yang ada saat ini. Sehingga mampu secara aplikatif untuk segera diadopsi oleh otoritas.
"Adapun pada teknis penyusunan policy brief ini, kami melibatkan beberapa praktisi pada FGD yaitu bapak Dr. Ahmad Juwaini dari KNEKS, bapak Prof. Mahfud Sholihin, Ph.D dari IAI, bapak Yusuf Wibisono., SE., ME dari IDEAS, Mas Agus Budiyanto dari Forum Zakat, dan bapak Faozan Amar, S.Ag., MM dari Kementerian Sosial RI," tandas Nana.