29 Oktober 2021, STEI SEBI menggelar tasyakuran milad yang ke-23 dalam suasana yang penuh suka dan cita. Drs.Charmeida Tjokrosuwarno mewakili dewan pendiri dalam sambutan refleksinya menyampaikan pesan tentang perintah bersyukur dari Allah SWT yang sangat banyak dalam Al-Qur’an. Tasyakuran merupakan sebuah kalimat yang memiliki makna, kalau dalam bahasa kamera, bukan snap shot, bukan pula foto, melainkan sebuah video (continuous). Jadi bersyukur itu adalah sebuah proses continuous (tidak pernah berhenti).
Beliau menambahkan bahwa memahami tasyakuran pada pagi hari ini, kita kembali pada sebuah mimpi. Ketika kita mengawali STEI SEBI dalam wujud sebuah training dimana masyarakat saat itu masih phobia dengan kata-kata syariah, kita tidak menjual sebuah produk, kita tidak menjual sebuah jasa, tapi kita menjual mimpi. Senada dengan ungkapan Steve Jobs : “Don’t sell The Products, but sell The Dream.”. Lebih dalam lagi, yang dilakukan Rasulullah SAW selama 13 tahun di kota Mekah itu adalah menjual mimpi di dalam dunia yang sangat materialis. Mimpi beyond the life, kehidupan yang jauh lebih baik dan jauh lebih penting dibandingkan kehidupan di dunia.
Selanjutnya disampaikan pula bahwa dalam mars STEI SEBI yang saya selalu ingat adalah menjadikan negeri ini sejahtera, itu adalah sebuah proses bersyukur. Oleh karena itu kita tidak menjual sebuah end Products, tetapi sebuah mimpi yang tidak ada batasnya. Di dalam kesempatan ini, refleksi yang pantas untuk kita renungkan adalah apakah kita sudah menjual dengan baik mimpi-mimpi kita, apakah mimpi-mimpi kita sudah kita kemas dengan baik, apakah kita sudah mempunyai sebuah rencana strategis yang besar?. Merefleksikan STEI SEBI 23 tahun bukan hanya melihat apa yang kita sudah capai, tetapi juga melihat apa yang seharusnya kita capai, apa yang seharusnya kita berikan. Oleh karena itu di dalam kesempatan yang berbahagia ini, secara fisik material kita bersyukur, tetapi secara emosional hendaklah kita selalu mempunyai adrenalin untuk merasakan sesuatu yang irasional. Tidak mungkin saat itu kita mendirikan SEBI kalau kita rasional, tidak mungkin kita membuat Training-training syariah kalau kita rasional. Hal itu terjadi karena kita irasional dalam konteks material tetapi rasional di dalam konteks spiritual. Oleh karena itu, sekarang juga harus berpikir sesuatu yang mustahil. Kalau kita bercita-cita sesuatu yang tidak mustahil, itu mudah orang banyak bisa melakukan. Tetapi ketika kita mencita-citakan sesuatu yang mustahil, itulah challenge untuk 23 tahun SEBI dan untuk tahun ke depan.
Mudah-mudahan apapun segala upaya kita, sekecil apapun kontribusi kita, tentu akan dibalas dengan kebaikan. Oleh karena itu mudah-mudahan refleksi 23 tahun STEI SEBI ini menjadi sebuah momentum ke depan untuk bisa lebih baik bermimpi sesuatu yang mustahil tetapi bisa kita realisasikan.